mama...
aku masih merasa sepi ditengah keramaian,,
aku merasa sendiri saat mereka tertawa,,
dan aku merasa rindu kala aku menatap potret mu mama...
aku merindukan mu...
aku ingin kau tersenyum bahagia disaat aku jauh.
ta ingin ada air mata dan kerut wajah di paras cantik dan keibuuan mu mom.
aku sayang mama melebhi apa yag aku punya,
disini,di tempat ini aku butuh doa,ridho,dan restumu mom.
disini ditempat ini aku merindukan mu,dan berdoa untuknu..
tak ada niat aku untuk mengecewakan mama,
aku ingin menjadi yang terbaik untuk mama..
aku membutuhkan mu mama...
I MISS YOU:):):)
Total Tayangan Halaman
Sabtu, 29 Oktober 2011
Sabtu, 22 Oktober 2011
my sister
kami adalah kakak beradik,yamg paling depan adalah adik saya bernama riana ratno juita,dan yang berada dibelakang adalah saya eaffin retnosari.
sekarang aku jauh dari dia ,, emmp rasanya kehilangan sekali yang biasanya saya bercanda terutama bertengkar dengan dia setiap hari,dan sekarang saya sendiri,rin ka evien sayang dan rindu kamu .......sabar ya sayang....
Kamis, 20 Oktober 2011
Cuaca Extrim Dan Epiemologi
Cuaca Ekstrim dan Epidemiologi
Illustrasi
Pada awal tahun 2011, sejumlah bencana terjadi disebabkan oleh cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim terjadi karena suhu permukaan air laut meningkat sehingga mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan. Akibatnya hujan terus menerus terjadi sepanjang tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Penyebab utama cuaca ekstrim adalah adanya ekspansi vertikal awan, curah hujan yang meningkat dan berpeluang menyebabkan puting beliung. Cuaca ekstrim terjadi karena siklus basah dan kering yang terlalu cepat akibat La Nina dan pemanasan global.
Curah hujan yang tinggi dan terus menerus terjadi disebabkan oleh fenomena La Nina di Asia-Pasifik. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia, Dr Widada Sulistya, fenomena La Nina muncul karena suhu air laut di Pasifik bagian Timur lebih dingin dari biasa. Ketika La Nina muncul, bagian sebelah barat pasifik mengalami peningkatan curah hujan sementara bagian sebelah timur pasifik mengalami pengurangan curah hujan. Di sebelah barat Pasifik terjadi peningkatan curah hujan adalah di Cina, Indo Cina, Indonesia dan Australia (BBC-Indonesia).
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia serta badan meteorologi dunia menunjukkan bahwa fenomena La Nina akan berlangsung hingga awal tahun 2011, sekitar bulan Januari-Februari 2011. Fenomena La Nina sedikit dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi. Setidaknya frekuensi La Nina menjadi lebih sering dari sebelumnya. La Nina muncul pada kisaran antara 2-7 tahun, jadi La Nina tidak rutin muncul setiap tahun, tetapi kadang-kadang tiga tahun, dua tahun dan paling lama tujuh tahun sekali. Untuk Indonesia situasinya akan memburuk karena wilayah Indonesia bagian barat memasuki musim hujan setiap bulan Oktober hingga Maret. Sekarang sudah masuk periode basah yang membawa kumpulan awan, tapi suhu muka laut tinggi.
Bukan hanya di Indonesia mengalami cuaca ekstrim, tetapi hampir dialami semua wilayah di seluruh dunia. Bencana banjir bandang di Queensland dan Brisbane, Australia serta longsor di Brazil adalah salah satu bencana akibat cuaca ekstrim. Tahun 2010 lalu, banjir besar di Pakistan karena curah hujan tinggi mengakibatkan 1.600 jiwa menjadi korban meninggal dan jutaan orang lainnya mengungsi. Lain halnya di Rusia, terjadi gelombang panas diatas batas normal dengan suhu 38 derajat celcius telah menewaskan 700 orang per hari. Gelombang panas ini dikatakan yang terburuk selama 1.000 tahun terakhir. Sementara suhu panas paling ekstrim di Indonesia berada pada kisaran 36 hingga 37 derajat celcius.
Pada bulan Maret 2010, suhu rata-rata di Indonesia sempat mencapai 35 derajat celcius. Kondisi suhu paling ekstrim hingga 37 derajat sangat jarang, terakhir kali terjadi sekira tiga tahun lalu (tahun 2007). Peningkatan suhu sebesar 0,7 derajat saja memerlukan jangka waktu 100 tahun. Kejadian anomali yakni suhu muka laut yang tinggi terjadi lebih banyak di Indonesia bagian Timur, yaitu di Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafura. Sekarang mencapai 30 derajat Celcius, sementara suhu normalnya adalah 26-27 derajat Celcius.
Selain kejadian anomali cuaca di laut Indonesia bagian Timur, anomali juga terjadi di laut bagian Selatan Sumatera dan laut bagian Selatan Jawa. Suhu laut di wilayah ini juga mencapai 30 derajat Celcius, di atas suhu normal sebesar 28-29 derajat Celcius. Cuaca ekstrim ini menyebabkan gelombang laut tinggi hingga di atas tiga meter. Cuaca ekstrim akan merata di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang relatif aman (tempointeraktif.com).
Bencana Angin Kencang
Setidaknya ada tiga macam bencana alam yang sering terjadi akibat langsung dari cuaca ekstrim yakni angin kencang serta banjir. Angin kencang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tornado dan angin puting beliung. Bencana lainnya adalah tanah longsor akibat curah hujan yang tinggi pada daerah yang rawan tanah longsor seperti perbukitan atau gunung yang gundul. Angin kencang adalah salah satu kejadian alam diantara kejadian alam lainnya akibat cuaca ekstrim yang paling berbahaya dan mematikan.
Angin tornado terjadi disebabkan oleh perubahan lapisan udara yakni ketika lapisan udara dingin berada diatas lapisan udara panas. Pada saat bersamaan udara panas naik dengan kecepatan 300-an km/jam. Udara yang menyusup dari sisi inilah yang mengakibatkan angin berputar sehingga membentuk tornado. Rata-rata kecepatan angin tornado mencapai hingga 400 km/jam serta lebar cerobong antara 15 - 365 meter. Angin tornado memiliki potensi daya rusak yang sangat dahsyat dan dapat menyebabkan kerusakan segala benda yang dilaluinya.
Sementara gejala awal angin puting beliung adalah udara terasa panas dan gerah (sumuk), di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol yang berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol, awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam pekat (awan Cumulonimbus), ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin kencang, durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung paling lama sekitar 1 jam. Karena itulah, masyarakat agar tetap waspada selama periode ini (http://geo.ugm.ac.id).
Bagi kalangan awam, gejala alam sebelum terjadinya angin puting beliung dapat dideteksi melalui cuaca sekeliling yang dapat dirasakan. Apabila pada saat siang hari dirasakan cuaca panas yang tidak normal, namun tiba-tiba turun hujan lebat maka biasanya terjadi angin puting beliung. Kejadian angin puting beliung bisa dilihat melalui benda-benda yang ringan yang beterbangan berputar - putar tidak beraturan dan terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Sebuah sumber menyebutkan badai tornado cepat berkembang disertai hujan, guntur dan kilat. Ketika suhu tanah meningkat, udara panas dan lembab mulai naik. Ketika hangat, udara lembab dan dingin memenuhi udara kering, itu terangkat ke atas, masuk lapisan udara atas. sebuah awan petir mulai tercipta pada fase ini. Pergerakan udara keatas sangat cepat. Angin dari sisi samping menyebabkan arah yang berbeda dan membentuk sebuah pusaran. Sebuah kerucut hasil putaran udara yang berpilin terlihat mulai terbentuk dan dapat dilihat dari awan ke permukaan tanah (http://haxims.blogspot.com).
Menurut Urip Slamet Riyadi (2009), Puting Beliung (tornado) adalah Dampak Fenomena Iklim (DFI) berupa angin kencang yang datang secara tiba-tiba, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan berakhir dalam waktu singkat (3 s/d 10 menit). Kecepatan angin berkisar antara 30 - 50 knots. Angin ini juga berasal dari awan jenis Cumulonimbus yaitu awan yang bergumpal berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi. Namun tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting Beliung dapat terjadi di darat maupun di laut. Jika terjadi dilaut durasinya lebih lama daripada di darat umumnya lebih sering terjadi di dataran rendah.
Epidemiologi Bencana
Angin puting beliung atau angin kencang atau angin tornado (hurricane, typhoon, cyclone) merupakan salah satu dari beberapa bencana alam akibat cuaca ekstrim. Angin puting beliung berpotensi mendatangkan risiko bencana disebabkan ciri khususnya yang cepat berpindah dan sasaran yang meluas. Kejadiannyapun selalu datang secara tiba-tiba sehingga sulit dihindari.
Beberapa upaya pencegahan dari risiko bencana angin kencang adalah (1) menghindari berada didekat pepohonan yang tinggi, rimbun dan rapuh. Bila mendapati pepohonan dengan ciri seperti itu disekitar tempat tinggal, maka sebaiknya ditebang untuk menghindari risiko; (2) menghindari bepergian ketika cuaca di angkasa terlihat gelap; (3) apabila cuaca gelap terjadi ketika dalam perjalanan, maka sebaiknya memilih berlindung ditempat yang aman dari risiko tertimpa benda keras dan padat seperti tidak berada dibawah jaringan kabel listrik, pohon, menara telekomunikasi, billboard, dan lainnya; (4) memperhatikan atap rumah yang mudah terhempas angin kencang agar diperbaiki bagian yang rapuh dan bagian-bagian rumah lainnya yang labil seperti pintu dan jendela; (5) menanam pepohonan yang tahan angin seperti pohon cemara, beringin atau pohon asam
Sumber dari http//wikipedia.com
www
Illustrasi
Pada awal tahun 2011, sejumlah bencana terjadi disebabkan oleh cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim terjadi karena suhu permukaan air laut meningkat sehingga mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan. Akibatnya hujan terus menerus terjadi sepanjang tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Penyebab utama cuaca ekstrim adalah adanya ekspansi vertikal awan, curah hujan yang meningkat dan berpeluang menyebabkan puting beliung. Cuaca ekstrim terjadi karena siklus basah dan kering yang terlalu cepat akibat La Nina dan pemanasan global.
Curah hujan yang tinggi dan terus menerus terjadi disebabkan oleh fenomena La Nina di Asia-Pasifik. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia, Dr Widada Sulistya, fenomena La Nina muncul karena suhu air laut di Pasifik bagian Timur lebih dingin dari biasa. Ketika La Nina muncul, bagian sebelah barat pasifik mengalami peningkatan curah hujan sementara bagian sebelah timur pasifik mengalami pengurangan curah hujan. Di sebelah barat Pasifik terjadi peningkatan curah hujan adalah di Cina, Indo Cina, Indonesia dan Australia (BBC-Indonesia).
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia serta badan meteorologi dunia menunjukkan bahwa fenomena La Nina akan berlangsung hingga awal tahun 2011, sekitar bulan Januari-Februari 2011. Fenomena La Nina sedikit dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi. Setidaknya frekuensi La Nina menjadi lebih sering dari sebelumnya. La Nina muncul pada kisaran antara 2-7 tahun, jadi La Nina tidak rutin muncul setiap tahun, tetapi kadang-kadang tiga tahun, dua tahun dan paling lama tujuh tahun sekali. Untuk Indonesia situasinya akan memburuk karena wilayah Indonesia bagian barat memasuki musim hujan setiap bulan Oktober hingga Maret. Sekarang sudah masuk periode basah yang membawa kumpulan awan, tapi suhu muka laut tinggi.
Bukan hanya di Indonesia mengalami cuaca ekstrim, tetapi hampir dialami semua wilayah di seluruh dunia. Bencana banjir bandang di Queensland dan Brisbane, Australia serta longsor di Brazil adalah salah satu bencana akibat cuaca ekstrim. Tahun 2010 lalu, banjir besar di Pakistan karena curah hujan tinggi mengakibatkan 1.600 jiwa menjadi korban meninggal dan jutaan orang lainnya mengungsi. Lain halnya di Rusia, terjadi gelombang panas diatas batas normal dengan suhu 38 derajat celcius telah menewaskan 700 orang per hari. Gelombang panas ini dikatakan yang terburuk selama 1.000 tahun terakhir. Sementara suhu panas paling ekstrim di Indonesia berada pada kisaran 36 hingga 37 derajat celcius.
Pada bulan Maret 2010, suhu rata-rata di Indonesia sempat mencapai 35 derajat celcius. Kondisi suhu paling ekstrim hingga 37 derajat sangat jarang, terakhir kali terjadi sekira tiga tahun lalu (tahun 2007). Peningkatan suhu sebesar 0,7 derajat saja memerlukan jangka waktu 100 tahun. Kejadian anomali yakni suhu muka laut yang tinggi terjadi lebih banyak di Indonesia bagian Timur, yaitu di Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafura. Sekarang mencapai 30 derajat Celcius, sementara suhu normalnya adalah 26-27 derajat Celcius.
Selain kejadian anomali cuaca di laut Indonesia bagian Timur, anomali juga terjadi di laut bagian Selatan Sumatera dan laut bagian Selatan Jawa. Suhu laut di wilayah ini juga mencapai 30 derajat Celcius, di atas suhu normal sebesar 28-29 derajat Celcius. Cuaca ekstrim ini menyebabkan gelombang laut tinggi hingga di atas tiga meter. Cuaca ekstrim akan merata di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang relatif aman (tempointeraktif.com).
Bencana Angin Kencang
Setidaknya ada tiga macam bencana alam yang sering terjadi akibat langsung dari cuaca ekstrim yakni angin kencang serta banjir. Angin kencang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tornado dan angin puting beliung. Bencana lainnya adalah tanah longsor akibat curah hujan yang tinggi pada daerah yang rawan tanah longsor seperti perbukitan atau gunung yang gundul. Angin kencang adalah salah satu kejadian alam diantara kejadian alam lainnya akibat cuaca ekstrim yang paling berbahaya dan mematikan.
Angin tornado terjadi disebabkan oleh perubahan lapisan udara yakni ketika lapisan udara dingin berada diatas lapisan udara panas. Pada saat bersamaan udara panas naik dengan kecepatan 300-an km/jam. Udara yang menyusup dari sisi inilah yang mengakibatkan angin berputar sehingga membentuk tornado. Rata-rata kecepatan angin tornado mencapai hingga 400 km/jam serta lebar cerobong antara 15 - 365 meter. Angin tornado memiliki potensi daya rusak yang sangat dahsyat dan dapat menyebabkan kerusakan segala benda yang dilaluinya.
Sementara gejala awal angin puting beliung adalah udara terasa panas dan gerah (sumuk), di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol yang berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol, awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam pekat (awan Cumulonimbus), ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin kencang, durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung paling lama sekitar 1 jam. Karena itulah, masyarakat agar tetap waspada selama periode ini (http://geo.ugm.ac.id).
Bagi kalangan awam, gejala alam sebelum terjadinya angin puting beliung dapat dideteksi melalui cuaca sekeliling yang dapat dirasakan. Apabila pada saat siang hari dirasakan cuaca panas yang tidak normal, namun tiba-tiba turun hujan lebat maka biasanya terjadi angin puting beliung. Kejadian angin puting beliung bisa dilihat melalui benda-benda yang ringan yang beterbangan berputar - putar tidak beraturan dan terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Sebuah sumber menyebutkan badai tornado cepat berkembang disertai hujan, guntur dan kilat. Ketika suhu tanah meningkat, udara panas dan lembab mulai naik. Ketika hangat, udara lembab dan dingin memenuhi udara kering, itu terangkat ke atas, masuk lapisan udara atas. sebuah awan petir mulai tercipta pada fase ini. Pergerakan udara keatas sangat cepat. Angin dari sisi samping menyebabkan arah yang berbeda dan membentuk sebuah pusaran. Sebuah kerucut hasil putaran udara yang berpilin terlihat mulai terbentuk dan dapat dilihat dari awan ke permukaan tanah (http://haxims.blogspot.com).
Menurut Urip Slamet Riyadi (2009), Puting Beliung (tornado) adalah Dampak Fenomena Iklim (DFI) berupa angin kencang yang datang secara tiba-tiba, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan berakhir dalam waktu singkat (3 s/d 10 menit). Kecepatan angin berkisar antara 30 - 50 knots. Angin ini juga berasal dari awan jenis Cumulonimbus yaitu awan yang bergumpal berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi. Namun tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting Beliung dapat terjadi di darat maupun di laut. Jika terjadi dilaut durasinya lebih lama daripada di darat umumnya lebih sering terjadi di dataran rendah.
Epidemiologi Bencana
Angin puting beliung atau angin kencang atau angin tornado (hurricane, typhoon, cyclone) merupakan salah satu dari beberapa bencana alam akibat cuaca ekstrim. Angin puting beliung berpotensi mendatangkan risiko bencana disebabkan ciri khususnya yang cepat berpindah dan sasaran yang meluas. Kejadiannyapun selalu datang secara tiba-tiba sehingga sulit dihindari.
Beberapa upaya pencegahan dari risiko bencana angin kencang adalah (1) menghindari berada didekat pepohonan yang tinggi, rimbun dan rapuh. Bila mendapati pepohonan dengan ciri seperti itu disekitar tempat tinggal, maka sebaiknya ditebang untuk menghindari risiko; (2) menghindari bepergian ketika cuaca di angkasa terlihat gelap; (3) apabila cuaca gelap terjadi ketika dalam perjalanan, maka sebaiknya memilih berlindung ditempat yang aman dari risiko tertimpa benda keras dan padat seperti tidak berada dibawah jaringan kabel listrik, pohon, menara telekomunikasi, billboard, dan lainnya; (4) memperhatikan atap rumah yang mudah terhempas angin kencang agar diperbaiki bagian yang rapuh dan bagian-bagian rumah lainnya yang labil seperti pintu dan jendela; (5) menanam pepohonan yang tahan angin seperti pohon cemara, beringin atau pohon asam
Sumber dari http//wikipedia.com
www
Pengertian Banjir
Sebuah banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.[1]Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air.[2] Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya.[3]
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
Mitos banjir besar adalah kisah mitologi banjir besar yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menghancurkan suatu peradaban sebagai pembalasan agung dan sering muncul dalam mitologi berbagai kebudayaan di dunia.
SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
Mitos banjir besar adalah kisah mitologi banjir besar yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menghancurkan suatu peradaban sebagai pembalasan agung dan sering muncul dalam mitologi berbagai kebudayaan di dunia.
SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir
Contoh Ilmu Alamiah Dasar
Contoh ilmu alamiah dasar
Kehidupan masyarakat tani sebagai orang desa yang bercocok tanam di daerah pedesaan selalu dicirikan sebagai petani sederluma, miskin modal, berlahan sempit, subsistem, serta kurang terdidik. Selain itu, secara historis kehidupan petani selalu diilustrasikan sebagai “manusia kalah” baik kalah karena ketergantungannya pada alam maupun kalah dalam proses terbentuknya lembaga serta sistem kekuasaan dan politik yang ada di dalamnya, Eric R wolf.
A. Pendahuluan
Pertanian adalah hal yang substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa negara. Adalah wajar apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang membangun selalu meletakkan pembangunan sektor pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan selama lima PELITA terakhir. Titik kulminasi pembangunan pertanian dalam hal ini pertanian tanaman pangan terjadi pada tahun 1984, yaitu saat Indonesia yang sebelumnya mendapat predikat sebagai negara pengimpor beras terbesar ini dapat mencapai swasembada beras dengan program “Bimas”-nya. Memang hasil yang spektakuler, akan tetapi banyak pertanyaan yang muncul. Apakah metode pertanian yang diterapkan dalam pencapaian swasembada beras (Revolusi Hijau) tersebut masih tepat sebagai jawaban dalam pemenuhan kebutuhan pangan?
Sementara, akibat yang ditimbulkan sangat merugikan dalam hal, antara lain: menurunnya produktivitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia anorganik secara berlebihan yang memang berfungsi sebagai suplemen untuk bibit unggul agar mendapatkan hasil yang maksimal, rusaknya keseimbangan ekosistem akibat penggunaan pestisida yang tanpa disadari juga mengakibatkan matinya spesies lain selain hama dan penyakit tanaman. Dengan tidak disadari pula, bahwasanya untuk memenuhi kebutuhan akan pupuk dan pestisida anorganik memerlukan biaya yang relatif mahal. Apalagi setelah subsidi terhadap pupuk ditarik oleh pemerintah yang berimplikasi pada semakin tingginya biaya produksi dalam usaha tani.
Dunia usaha pertanian saat ini dihadapkan pada dilema, apakah akan tetap mempertahankan pola pengelolaannya seperti saat ini dengan menggunakan lebih banyak input luar (obat-obatan dan pupuk buatan), atau dengan menggunakan lebih banyak input dalam (kompos, pupuk kandang, dan obat-obatan alami). Dua pilihan ini sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan bila dipilih memiliki bobot pilihan yang imbang. Jika memilih dengan lebih banyak menggunakan input luar, dalam jangka pendek kebutuhan akan hasil-hasil pertanian akan dapat dipenuhi, akan tetapi dalam jangka panjang, akan mengalami penurunan yang drastis akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika pilihan jatuh pada penggunaan input dalam yang lebih banyak, maka dalam jangka pendek kebutuhan akan hasil-hasil pertanian tidak dapat dipenuhi. Akan tetapi, dalam jangka panjang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan akan hasilhasil pertanian secara berkesinambungan.
B. Sistem Pertanian Konvensional
Sistem pertanian tradisional, meskipun akrab lingkungan tetapi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan pangan dan sandang yang meningkat lebih tajam dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak temuan baru yang kemudian menggeser sistem tradisional menjadi sistem pertanian konvensional. Sistem pertanian konvensional terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Salah satu contoh di negara Indonesia adalah mampu berswasembada pangan (terutama beras) sejak tahun 1983 hingga 1997. Tetapi sistem pertanian konvensional tidak terlepas dari risiko dampak negatif. Meningkatnya kebutuhan pangan seiring laju pertambahan penduduk, menuntut peningkatan penggunaan bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida.
Schaller (1993) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut:
- Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen.
- Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.
- Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan.
- Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
- Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.
- Peningkatan daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida.
- Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.
- Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (nonrenewable natural resources).
- Munculnya risiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.
C. Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memerhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan. Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah sebagai berikut:
- Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup.
- Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
- Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.
- Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
- Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri.
- Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani.
- Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki.
- Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
- Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.
- Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.
- Mempertimbangkan dampak yang Iebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial.
D. Bioteknologi Pertanian
Teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif solusi yang dibutuhkan, karena pemuliaan tanaman setelah keberhasilan revolusi hijau dalam memberikan varietas tanaman dengan hasil panen yang signifikan berlipat. Bioteknologi telah ma mpu memodifikasi genetika sehingga dihasilkan tanaman tahan hama. Salah satu contoh adalah tanaman tahan hama serangga lepidoptera. Hama serangga merupakan salah satu penyebab kerugian yang bernilai ekonomis dalam bidang pertanian. Tanaman tahan hama menawarkan manfaat bagi para petani, masyarakat umum, dan lingkungan, antara lain sebagai berikut:
- Pengontrolan hama serangga yang lebih dapat diandalkan, lebih hemat biaya, dan tenaga kerja.
- Meningkatkan pengontrolan hama lepidoptera tanpa membahayakan spesies nontarget, termasuk serangga berguna.
- Mengurangi penggunaan insektisida secara kimia dengan tetap mempertahankan hasil panen.
- Mengurangi ketergantungan petani pada pestisida.
- Mereduksi mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur yang timbul pada luka tanaman yang dihasilkan serangga.
Banyak ahli dan petani yang optimis bahwa prospek penggunaan bioteknologi pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan hasil/ panen dannilaigiziproduk-produk dari tanaman pangansambil mengurangi penggunaan pestisida kimiawi. Biotenologi dapat meningkatkan tanaman pangan melalui penambahan satu atau beberapa gen untuk membuat agar tanaman tersebut lebih toleran terhadap stres dan lebih resisten terhadap hama dan penyakit. Ada banyak isu yang terkait dengan transfer bioteknologi di negara-negara sedang berkembang. Masalah yang dikhawatirkan timbul antara lain sebagai berikut:
- Pengurangan keanekaragaman karena paksaan atau dorongan untuk menggunakan satu atau beberapa varietas tanaman sehingga dapat memicu serangan hama atau stres baru yang tidak diperkirakan sebelumnya.
- Penguasaan atau konsentrasi perusahaan biji hanya pada perusahaan tertentu, sehingga dapat mengendalikan pasar.
- Kurangnya fasilitas dan pengetahuan untuk menguji kelayakan tanaman khususnya di daerah tropika dengan jenis hama yang bervariasi.
- Masalah paten, rahasia perusahaan yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan atau institusi tertentu sehingga tidak semua orang dapat menggunakan produk-produk paten tanpa izin atau tanpa membayar royalti.
- Kurangnya pengetahuan tentang proses dan pengujian yang teliti untuk mencegah munculnya atau tersebarnya alergan.
- Kurangnya pengetahuan akan perkembangan resistensi hama terhadap bahan kimia tertentu yang digunakan untuk memberantasnya. Diperkirakan bahwa hama yang pada mulanya sensitif terhadap toksin, kemungkinan akan mengembangkan ciri barn yang membuatnya resisten terhadap toksin.
- Tantangan dari berbagai pihak yang tidak menyetujui dengan upaya-upaya manipulasi alam dan gangguan terhadap alam.
E. Pemberdayaan dan Kewirausahaan Petani Kecil
Bertolak dari keadaan yang telah dikemukakan, untuk mengantarkan petani agar berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dalam ekonomi global diperlukan adanya pemberdayaan (empowerment) dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship). Dalam hubungannya dengan pemberdayaan, Friedman (1992 dalam Molo, 1999) mengatakan bahwa rumah tangga mem iliki tiga macam kekuatan: sosial, politik, dan psikologis. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi, termasuk informasi, pengetahuan, dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan. Jika ekonomi rumah tangga meningkatkan aksesnya pada dasar-dasar produksi, boleh diharapkan kemampuannya dalam menentukan tujuannya juga meningkat. Kekua tan psikologis direfleksikan dalam rasa memiliki potensi individu. Dalam hubungan ini peningkatan kemandirian dapat dicapai melalui pemherdayaan yang bersifat partisipatif. Artinya, untuk mencapai perubahan diperlukan partisipasi keluarga petani tanpa mengurangi esensi inisiatif program-program di atas.
Pemberdayaan petani sudah barang tentu harus dilakukan secara bertahap. Pemberdayaan dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi munculnya jiwa kewirausahaan di antara para petani kecil. Menurut Schumpeter (dalam Molo, 1999) wirausahawan adalah penggerak utama pembangunan ekonomi, yang berfungsi untuk melakukan inovasi atau merancang kombinasi-kombinasi baru. Dengan keyakinan tersebut kita dapat berharap bahwa dengan merekayasa kewirausahaan di kalangan petani, mereka akan menjadi penggerak, dan bukan penerima pasif terhadap ide-ide pembangunan pertanian.
Meredith et al., (dalam Molo, 1999) mengemukakan enam ciri dan sifat wirausaha, yaitu (1) percaya diri (mempunyai keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas yang optimis), (2) berorientasi pada tugas dan hasil (kebutuhan berprestasi, berorientasi untuk memperoleh laba, tekun dan tabah, memiliki tekad untuk bekerja keras, mempunyai motivasi kuat, energik, dan berinisiatit), (3) pengambil risiko (kemampuan mengambil risiko, suka pada tantangan), (4) kepemimpinan (bertingkah laku seperti pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain), (5) keorisinilan (inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber daya, serba bisa, berpengetahuan luas), dan (6) berorientasi ke masa depan (pandangan ke depan, perspektif). Sebagai usahawan para petani juga diberi kesempatan untuk menghadapi berbagai risiko, termasuk di antaranya: risiko finansial (pendapatan dan modal) dan risiko moril.
F. Penutup
Alam itu sangat kompleks, kerjanya tidak bisa diatur. Beberapa inovasi tampaknya untung dan logis, namun dalam banyak hal kita belum tahu. Dengan Revolusi Hijau memang ada beberapa peningkatan, seperti bibit, pupuk, dan mesin, tetapi bila dalam aplikasinya kurang bijaksana tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Usaha manusia untuk memperoleh bahan makanan yang berasal dari tanaman sebanyak mungkin dilakukan dengan berbagai usaha. Sayangnya, setiap tindakan yang dilakukan manusia tidak selalu baik akibatnya, baik secara ekonomi, ekologi, maupun sosial. Bioteknologi pada pertanian dikembangkan sebagai cara untuk memperbaiki kualitas tanaman dengan modifikasi gen. Mendasarkan anggapan, manusia diciptakan oleh Allah memiliki tugas panggilan dan tanggung jawab untuk memelihara planet bumi ini dengan segala isinya. Konsekuensi atas pilihan di muka adalah akan merevisi atau mengubah paradigma lama tentang pengelolaan usaha pertanian yang selama ini berlaku dan menciptakan paradigma baru sesuai dengan prinsi-prinsip pengelolaan usaha pertanian. Ilmu dan teknologi yang dikembangkan dan dipelajari, isi kurikulum berikut silabusnya, dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dunia pendidikan pertanian harus bertumpu dan dibangun berdasarkan paradigma baru, yaitu usaha pertanian sebagai tugas panggilan Allah kepada manusia yang harus dipertanggungjawabkan.
Pustaka
Membangun karakter petani organik sukses dalam era globalisasi Oleh Y. W. Wartaya Winangun
Kehidupan masyarakat tani sebagai orang desa yang bercocok tanam di daerah pedesaan selalu dicirikan sebagai petani sederluma, miskin modal, berlahan sempit, subsistem, serta kurang terdidik. Selain itu, secara historis kehidupan petani selalu diilustrasikan sebagai “manusia kalah” baik kalah karena ketergantungannya pada alam maupun kalah dalam proses terbentuknya lembaga serta sistem kekuasaan dan politik yang ada di dalamnya, Eric R wolf.
A. Pendahuluan
Pertanian adalah hal yang substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa negara. Adalah wajar apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang membangun selalu meletakkan pembangunan sektor pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan selama lima PELITA terakhir. Titik kulminasi pembangunan pertanian dalam hal ini pertanian tanaman pangan terjadi pada tahun 1984, yaitu saat Indonesia yang sebelumnya mendapat predikat sebagai negara pengimpor beras terbesar ini dapat mencapai swasembada beras dengan program “Bimas”-nya. Memang hasil yang spektakuler, akan tetapi banyak pertanyaan yang muncul. Apakah metode pertanian yang diterapkan dalam pencapaian swasembada beras (Revolusi Hijau) tersebut masih tepat sebagai jawaban dalam pemenuhan kebutuhan pangan?
Sementara, akibat yang ditimbulkan sangat merugikan dalam hal, antara lain: menurunnya produktivitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia anorganik secara berlebihan yang memang berfungsi sebagai suplemen untuk bibit unggul agar mendapatkan hasil yang maksimal, rusaknya keseimbangan ekosistem akibat penggunaan pestisida yang tanpa disadari juga mengakibatkan matinya spesies lain selain hama dan penyakit tanaman. Dengan tidak disadari pula, bahwasanya untuk memenuhi kebutuhan akan pupuk dan pestisida anorganik memerlukan biaya yang relatif mahal. Apalagi setelah subsidi terhadap pupuk ditarik oleh pemerintah yang berimplikasi pada semakin tingginya biaya produksi dalam usaha tani.
Dunia usaha pertanian saat ini dihadapkan pada dilema, apakah akan tetap mempertahankan pola pengelolaannya seperti saat ini dengan menggunakan lebih banyak input luar (obat-obatan dan pupuk buatan), atau dengan menggunakan lebih banyak input dalam (kompos, pupuk kandang, dan obat-obatan alami). Dua pilihan ini sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan bila dipilih memiliki bobot pilihan yang imbang. Jika memilih dengan lebih banyak menggunakan input luar, dalam jangka pendek kebutuhan akan hasil-hasil pertanian akan dapat dipenuhi, akan tetapi dalam jangka panjang, akan mengalami penurunan yang drastis akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika pilihan jatuh pada penggunaan input dalam yang lebih banyak, maka dalam jangka pendek kebutuhan akan hasil-hasil pertanian tidak dapat dipenuhi. Akan tetapi, dalam jangka panjang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan akan hasilhasil pertanian secara berkesinambungan.
B. Sistem Pertanian Konvensional
Sistem pertanian tradisional, meskipun akrab lingkungan tetapi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan pangan dan sandang yang meningkat lebih tajam dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak temuan baru yang kemudian menggeser sistem tradisional menjadi sistem pertanian konvensional. Sistem pertanian konvensional terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Salah satu contoh di negara Indonesia adalah mampu berswasembada pangan (terutama beras) sejak tahun 1983 hingga 1997. Tetapi sistem pertanian konvensional tidak terlepas dari risiko dampak negatif. Meningkatnya kebutuhan pangan seiring laju pertambahan penduduk, menuntut peningkatan penggunaan bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida.
Schaller (1993) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut:
- Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen.
- Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.
- Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan.
- Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
- Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.
- Peningkatan daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida.
- Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.
- Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (nonrenewable natural resources).
- Munculnya risiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.
C. Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memerhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan. Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah sebagai berikut:
- Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup.
- Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
- Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.
- Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
- Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri.
- Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani.
- Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki.
- Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
- Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.
- Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.
- Mempertimbangkan dampak yang Iebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial.
D. Bioteknologi Pertanian
Teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif solusi yang dibutuhkan, karena pemuliaan tanaman setelah keberhasilan revolusi hijau dalam memberikan varietas tanaman dengan hasil panen yang signifikan berlipat. Bioteknologi telah ma mpu memodifikasi genetika sehingga dihasilkan tanaman tahan hama. Salah satu contoh adalah tanaman tahan hama serangga lepidoptera. Hama serangga merupakan salah satu penyebab kerugian yang bernilai ekonomis dalam bidang pertanian. Tanaman tahan hama menawarkan manfaat bagi para petani, masyarakat umum, dan lingkungan, antara lain sebagai berikut:
- Pengontrolan hama serangga yang lebih dapat diandalkan, lebih hemat biaya, dan tenaga kerja.
- Meningkatkan pengontrolan hama lepidoptera tanpa membahayakan spesies nontarget, termasuk serangga berguna.
- Mengurangi penggunaan insektisida secara kimia dengan tetap mempertahankan hasil panen.
- Mengurangi ketergantungan petani pada pestisida.
- Mereduksi mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur yang timbul pada luka tanaman yang dihasilkan serangga.
Banyak ahli dan petani yang optimis bahwa prospek penggunaan bioteknologi pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan hasil/ panen dannilaigiziproduk-produk dari tanaman pangansambil mengurangi penggunaan pestisida kimiawi. Biotenologi dapat meningkatkan tanaman pangan melalui penambahan satu atau beberapa gen untuk membuat agar tanaman tersebut lebih toleran terhadap stres dan lebih resisten terhadap hama dan penyakit. Ada banyak isu yang terkait dengan transfer bioteknologi di negara-negara sedang berkembang. Masalah yang dikhawatirkan timbul antara lain sebagai berikut:
- Pengurangan keanekaragaman karena paksaan atau dorongan untuk menggunakan satu atau beberapa varietas tanaman sehingga dapat memicu serangan hama atau stres baru yang tidak diperkirakan sebelumnya.
- Penguasaan atau konsentrasi perusahaan biji hanya pada perusahaan tertentu, sehingga dapat mengendalikan pasar.
- Kurangnya fasilitas dan pengetahuan untuk menguji kelayakan tanaman khususnya di daerah tropika dengan jenis hama yang bervariasi.
- Masalah paten, rahasia perusahaan yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan atau institusi tertentu sehingga tidak semua orang dapat menggunakan produk-produk paten tanpa izin atau tanpa membayar royalti.
- Kurangnya pengetahuan tentang proses dan pengujian yang teliti untuk mencegah munculnya atau tersebarnya alergan.
- Kurangnya pengetahuan akan perkembangan resistensi hama terhadap bahan kimia tertentu yang digunakan untuk memberantasnya. Diperkirakan bahwa hama yang pada mulanya sensitif terhadap toksin, kemungkinan akan mengembangkan ciri barn yang membuatnya resisten terhadap toksin.
- Tantangan dari berbagai pihak yang tidak menyetujui dengan upaya-upaya manipulasi alam dan gangguan terhadap alam.
E. Pemberdayaan dan Kewirausahaan Petani Kecil
Bertolak dari keadaan yang telah dikemukakan, untuk mengantarkan petani agar berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dalam ekonomi global diperlukan adanya pemberdayaan (empowerment) dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship). Dalam hubungannya dengan pemberdayaan, Friedman (1992 dalam Molo, 1999) mengatakan bahwa rumah tangga mem iliki tiga macam kekuatan: sosial, politik, dan psikologis. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi, termasuk informasi, pengetahuan, dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan. Jika ekonomi rumah tangga meningkatkan aksesnya pada dasar-dasar produksi, boleh diharapkan kemampuannya dalam menentukan tujuannya juga meningkat. Kekua tan psikologis direfleksikan dalam rasa memiliki potensi individu. Dalam hubungan ini peningkatan kemandirian dapat dicapai melalui pemherdayaan yang bersifat partisipatif. Artinya, untuk mencapai perubahan diperlukan partisipasi keluarga petani tanpa mengurangi esensi inisiatif program-program di atas.
Pemberdayaan petani sudah barang tentu harus dilakukan secara bertahap. Pemberdayaan dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi munculnya jiwa kewirausahaan di antara para petani kecil. Menurut Schumpeter (dalam Molo, 1999) wirausahawan adalah penggerak utama pembangunan ekonomi, yang berfungsi untuk melakukan inovasi atau merancang kombinasi-kombinasi baru. Dengan keyakinan tersebut kita dapat berharap bahwa dengan merekayasa kewirausahaan di kalangan petani, mereka akan menjadi penggerak, dan bukan penerima pasif terhadap ide-ide pembangunan pertanian.
Meredith et al., (dalam Molo, 1999) mengemukakan enam ciri dan sifat wirausaha, yaitu (1) percaya diri (mempunyai keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas yang optimis), (2) berorientasi pada tugas dan hasil (kebutuhan berprestasi, berorientasi untuk memperoleh laba, tekun dan tabah, memiliki tekad untuk bekerja keras, mempunyai motivasi kuat, energik, dan berinisiatit), (3) pengambil risiko (kemampuan mengambil risiko, suka pada tantangan), (4) kepemimpinan (bertingkah laku seperti pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain), (5) keorisinilan (inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber daya, serba bisa, berpengetahuan luas), dan (6) berorientasi ke masa depan (pandangan ke depan, perspektif). Sebagai usahawan para petani juga diberi kesempatan untuk menghadapi berbagai risiko, termasuk di antaranya: risiko finansial (pendapatan dan modal) dan risiko moril.
F. Penutup
Alam itu sangat kompleks, kerjanya tidak bisa diatur. Beberapa inovasi tampaknya untung dan logis, namun dalam banyak hal kita belum tahu. Dengan Revolusi Hijau memang ada beberapa peningkatan, seperti bibit, pupuk, dan mesin, tetapi bila dalam aplikasinya kurang bijaksana tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Usaha manusia untuk memperoleh bahan makanan yang berasal dari tanaman sebanyak mungkin dilakukan dengan berbagai usaha. Sayangnya, setiap tindakan yang dilakukan manusia tidak selalu baik akibatnya, baik secara ekonomi, ekologi, maupun sosial. Bioteknologi pada pertanian dikembangkan sebagai cara untuk memperbaiki kualitas tanaman dengan modifikasi gen. Mendasarkan anggapan, manusia diciptakan oleh Allah memiliki tugas panggilan dan tanggung jawab untuk memelihara planet bumi ini dengan segala isinya. Konsekuensi atas pilihan di muka adalah akan merevisi atau mengubah paradigma lama tentang pengelolaan usaha pertanian yang selama ini berlaku dan menciptakan paradigma baru sesuai dengan prinsi-prinsip pengelolaan usaha pertanian. Ilmu dan teknologi yang dikembangkan dan dipelajari, isi kurikulum berikut silabusnya, dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dunia pendidikan pertanian harus bertumpu dan dibangun berdasarkan paradigma baru, yaitu usaha pertanian sebagai tugas panggilan Allah kepada manusia yang harus dipertanggungjawabkan.
Pustaka
Membangun karakter petani organik sukses dalam era globalisasi Oleh Y. W. Wartaya Winangun
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ilmu Alamiah Dasar
D.Adult (dewasa)
Dalam periode ini,secara biologis ditandai dengan beroproduksi.Selain itu masa ini telah dicapai keseimbangan fiskis memiliki kesiapan dan kematangan mental.kepribadian sudah terlihat dan terbentuk sikap tenggang rasa sudah terlihat dan terbentuk.Pemilihan dan penilainain pada nilai-nilai kehidupan seperti keagamaan,sosial,maupun etnis sudah mulai mantap dan benar.
E.Oldely People
Manula (manusia usia lanjut)
Pada periode ini pertumbuhan sel-sel tubuh sangat lambat,sedangkan keruksakanya sangat cepat sehingga terjadi kemundurab fungsi organ-organtubuh seperti mata,telinga,otot.Pda wanita yang sudah menginjak masa manula kemampuan bereproduksinya menurun,bahkan akan berhenti yang disebut monopause.Sedangkan pada laki-laki kemampuan bereproduksinya menghasilkan sperma terus berlanjut tanpa adanya batasan usia.Tetapi kualitas yang dihasilka sperma menurun.
Dalam periode ini,secara biologis ditandai dengan beroproduksi.Selain itu masa ini telah dicapai keseimbangan fiskis memiliki kesiapan dan kematangan mental.kepribadian sudah terlihat dan terbentuk sikap tenggang rasa sudah terlihat dan terbentuk.Pemilihan dan penilainain pada nilai-nilai kehidupan seperti keagamaan,sosial,maupun etnis sudah mulai mantap dan benar.
E.Oldely People
Manula (manusia usia lanjut)
Pada periode ini pertumbuhan sel-sel tubuh sangat lambat,sedangkan keruksakanya sangat cepat sehingga terjadi kemundurab fungsi organ-organtubuh seperti mata,telinga,otot.Pda wanita yang sudah menginjak masa manula kemampuan bereproduksinya menurun,bahkan akan berhenti yang disebut monopause.Sedangkan pada laki-laki kemampuan bereproduksinya menghasilkan sperma terus berlanjut tanpa adanya batasan usia.Tetapi kualitas yang dihasilka sperma menurun.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ilmu Alamiah Dasar
Faktor-faktor yang mempengaruhi ilmu alamiah dasar
Faktor yang mempengaruhinya adalah adanya pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dalam (intern) atau faktor luar (extern).
Contohnya tahap perkembangan pada manusia berdasarkan usia.
Balita-anak-anak-remaja-dewasa-manula-pubertas-pubertas psikis-pubertas monopause-menstrulasi.
A.Tahap perkembangan pada manusia
Pada masa balita pertumbuhan sangat cepat,berat badan bertambah sekitar 1,5 kg/tahun tingiinya bertambah sekitar 2,5/tahun.pada periode ini terjadi perkembangan pada jiwa/mental.yaitu perkembangan emosi.
B.Anak-anak
Anak-merupakan salah satu tahap perkembangan manusia berdasrkan usia-usia yang dikelompokan.pada masa kanak-kanak dari usia 6s/d12 tahun terjadi perkembangan kebebasan motorik sehingga semakin berkurang ketergantungan anak pada keluarga.sebaliknya sikap mandirinya semakin bertambah.anak-anak memperoleh kesempatan yang tinggi untuk berpendapat,menanggapi,mengerti kehidupan sosial,mengatur emosi,dan memahami diri sendiri.
C.Remaja
Periode ini merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa deawsa.antara remaja pria dan wanita ada perbedaan yang sangat menonjolkarena adanya perbedaan hormon.hormon adalah zat kimia yang dihasilkan dari kelenjar endokrim.kelenjar endokrim adalah kelenjar endokrim diedarkan keseluruh tubuh oleh darah fungsinya mengatur keseimbangan tubuh reproduksi,metabolisme,dan tingkah laku.
Faktor yang mempengaruhinya adalah adanya pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dalam (intern) atau faktor luar (extern).
Contohnya tahap perkembangan pada manusia berdasarkan usia.
Balita-anak-anak-remaja-dewasa-manula-pubertas-pubertas psikis-pubertas monopause-menstrulasi.
A.Tahap perkembangan pada manusia
Pada masa balita pertumbuhan sangat cepat,berat badan bertambah sekitar 1,5 kg/tahun tingiinya bertambah sekitar 2,5/tahun.pada periode ini terjadi perkembangan pada jiwa/mental.yaitu perkembangan emosi.
B.Anak-anak
Anak-merupakan salah satu tahap perkembangan manusia berdasrkan usia-usia yang dikelompokan.pada masa kanak-kanak dari usia 6s/d12 tahun terjadi perkembangan kebebasan motorik sehingga semakin berkurang ketergantungan anak pada keluarga.sebaliknya sikap mandirinya semakin bertambah.anak-anak memperoleh kesempatan yang tinggi untuk berpendapat,menanggapi,mengerti kehidupan sosial,mengatur emosi,dan memahami diri sendiri.
C.Remaja
Periode ini merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa deawsa.antara remaja pria dan wanita ada perbedaan yang sangat menonjolkarena adanya perbedaan hormon.hormon adalah zat kimia yang dihasilkan dari kelenjar endokrim.kelenjar endokrim adalah kelenjar endokrim diedarkan keseluruh tubuh oleh darah fungsinya mengatur keseimbangan tubuh reproduksi,metabolisme,dan tingkah laku.
Pengertian Ilmu Alamiah Dasar
Pengertian ilmu alamiah dasar
Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science) merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip.
MANUSIA YANG BERSIFAT UNIK
Ciri-ciri manusia
a. Organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus
b. Mengadakan metabolisme atau pertukaran zat
c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar
d. Memiliki potensi untuk berkembang biak
e. Tumbuh dan bergerak
f. Berinteraksi dengan lingkungannnya
g. Sampai saatnya mengalami kematian
KURIOSITAS ATAU RASA INGIN TAHU DAN AKAL BUDI
Rasa ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri.naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan.
Sesuatu masalah yang telah dapat dipecahkan maka akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya, manusia setelah tahu apanya maka ingin tahu bagimana dan mengapa.
Contoh : tempat tinggal manusia purba sampai manusia modern, contoh lain seperti penyakit setelah ditemukan obat suatu penyakit ada penyakit lain lagi yang dicoba untuk dicari obatnya (HIV AI
sumber: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090521063600AAicNIk
Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science) merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip.
MANUSIA YANG BERSIFAT UNIK
Ciri-ciri manusia
a. Organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus
b. Mengadakan metabolisme atau pertukaran zat
c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar
d. Memiliki potensi untuk berkembang biak
e. Tumbuh dan bergerak
f. Berinteraksi dengan lingkungannnya
g. Sampai saatnya mengalami kematian
KURIOSITAS ATAU RASA INGIN TAHU DAN AKAL BUDI
Rasa ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri.naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan.
Sesuatu masalah yang telah dapat dipecahkan maka akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya, manusia setelah tahu apanya maka ingin tahu bagimana dan mengapa.
Contoh : tempat tinggal manusia purba sampai manusia modern, contoh lain seperti penyakit setelah ditemukan obat suatu penyakit ada penyakit lain lagi yang dicoba untuk dicari obatnya (HIV AI
sumber: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090521063600AAicNIk
Jumat, 14 Oktober 2011
Artikel tentang banjir
Ahmad Heryawan
BANJIR SEBAGAI PROSES PENYADARAN
Tuesday, 10 February 2009 14:06
Kerugian banjir di Jakarta dan sekitarnya pada bulan februari 2007 diperkirakan oleh Bappenas mencapai Rp. 8,8 triliun. Departemen Sosial menyatakan, kerugian harta akibat banjir bandang di Situbondo dan Bondowoso Provinsi Jawa Timur, pada februari 2008 diperkirakan mencapai sekitar Rp. 350 miliar. Walhi memperkirakan total kerugian langsung akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp. 500 miliar. Berita-berita terkait banjir dan kerugiannya yang biasanya menghiasi headline surat kabar ketika musim penghujan melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Kerugian akibat bencana banjir biasanya juga menyentuh persoalan interaksi sosial, terhentinya roda perekonomian untuk sementara dan kadang kala bisa berujung pada terenggutnya korban jiwa.
Ada tiga faktor sangat berpengaruh penyebab banjir terjadi. Pertama kerusakan lingkungan, hal ini ditandai peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (pemanasan global). Para pakar dan ilmuwan lingkungan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajat Celcius atau setara dengan 2,0 hingga 11,5 derajat fahrenheit antara tahun 1990 dan 2100. Kondisi bumi yang memanas menyebabkan perubahan iklim semakin tidak stabil. Dampak perubahan iklim bagi Indonesia dapat dirasakan dengan semakin keringnya musim kemarau dan intensitas air hujan yang semakin tinggi di musim penghujan. Naiknya permukaan air laut disebabkan dataran es di kutub mencair serta merta membuat abrasi pantai semakin cepat. Kedua fenomena alam tersebut membuat terbenamnya daratan yang biasanya kering dan dapat ditinggali oleh manusia atau biasa kita kenal dengan istilah banjir.
Faktor kedua adalah sistem pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan semakin berpengaruh terhadap kehadiran bencana banjir, seiring dengan kecenderungan semakin meningkatnya wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan, berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal dan daya dukung perkotaan. Meluasnya wilayah pemukiman memiliki pengaruh langsung terhadap berkurangnya daerah resapan air, karena hampir seluruh permukaan tanah berganti dengan aspal atau beton. Kondisi tersebut diperparah dengan penataan bangunan dan wilayah yang kurang memperhatikan sistem pembungan air. Kekurang ketersediaan pepohonan yang dapat berfungsi sebagai peresapan air merupakan kombinasi yang semakin sempurna untuk mendatangkan bencana banjir. Hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia belum memiliki sistem drainase yang terpadu.
Faktor ketiga yang lebih penting dari kedua faktor diatas adalah perilaku manusia. Perbedaan mencolok antara desa dengan kota selain dilihat dari tingkat kepadatannya adalah pola hidup. Orang di desa lebih mampu bersahabat dengan alam sekitarnya sedangkan di kota seringkali tidak menghiraukan aspek lingkungan. Buktinya adalah di kota-kota besar, gedung bertingkat dan jalanan beton menggusur tanah- tanah resapan air, bahkan situ atau danau ditimbun kemudian dibangun mall. Keegoisan manusia telah menyebabkan bencana banjir selalu dekat dengan kehidupan kita.
Industrialisasi juga berawal dari kota, ditandai dengan bangunan pabrik-pabrik penggerak roda ekonomi , sehingga menjadikan kota juga sebagai penghasil polusi. Karena berbagai alasan orang dikota lebih senang mempergunakan kendaraan bermotor sehingga menghasilkan polusi lebih besar lagi. Pada satu titik tertentu, aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida (CO2) ke udara jauh melebihi kecepatan dan kemampuan alam untuk menguranginya. Hal tersebut telah berkontribusi kepada perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat terhadap manusia.
Tingkah laku manusia yang mengesankan keegoisannya terhadap alam juga dapat dilihat dari persoalan sampah yang berada pada sungai-sungai. Perilaku manusia dalam sistem pembuangan sampah juga memiliki andil dalam kehadiran bencana banjir. Setidaknya Walhi mencatat bahwa pada tahun 2000, kota Jakarta menghasilkan 25.700 m3 sampah per hari. Sehingga volume sampah selama tahun 2000 dapat mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Perilaku membuang sampah sembarangan telah berakibat pada terganggunya sistem pembuangan air dan pada gilirannya ketika musim hujan tiba akan mengakibatkan tergenangnya area di sekitar saluran air yang terhambat tersebut.
Keegoisan tingkah laku manusia lainnya yang berkontribusi terhadap bencana banjir adalah pengrusakan alam secara membabi buta. Atas nama keuntungan pribadi seringkali hutan kita ditebang secara serampangan dan melupakan upaya penanaman kembali. Padahal pohon tersebut memiliki peran sebagai penyerap dan penahan air yang tidak dapat fungsinya digantikan oleh apapun. Selain itu pepohonan juga dapat berfungsi sebagai para-paru alam. Situasi yang cukup mengenaskan adalah adanya fakta tentang penggundulan hutan di sekitar daerah aliran sungai. Jadi sebenarnya penyebab kerusakan di bumi adalah ulah manusia dan yang akan merasakan dampaknya adalah manusia juga.
Sebelum kepunahan ras manusia akibat dari perilaku manusia, terutama terkait dengan persahabatannya dengan alam, maka perlu langkah-langkah sistematis untuk menghadapi ketiga faktor penyebab utama bencana banjir. Persoalan tersulit sepertinya adalah bagaimana merubah tingkah laku manusia supaya dapat menciptakan keharmonian dengan alam. Merubah perilaku manusia secara keseluruhan sebenarnya dapat dimulai dengan mencobanya pada diri kita sendiri. Setelah itu, kita pun harus mulai bisa berperan memberikan penyadaran kepada masyarakat di sekitar kita. Sebagai mahluk sosial, tentunya manusia dapat mengupayakan sesuatu yang lebih besar lagi bagi kehidupan yang lebih baik. Manusia pun mampu untuk merencanakan sebuah sistem pengendalian banjir yang lebih terpadu dan memperhatikan keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam. Kita pun dapat berupaya untuk menghasilkan generasi yang ramah terhadap alam.
Untuk menciptakan manusia yang bersahabat dengan alam, pastinya harus melibatkan alam dalam kegiatan belajar mengajar. Ilmu pengetahuan biologi, ekologi, geografi, fisika, kimia dan lain sebagainya dapat memberikan pemahaman kepada murid tentang banjir yang kerap terjadi ketika musim penghujan. Akan tetapi kebanyakan proses belajar hanya sebatas penyampaian informasi seperti di kelas. Padahal menurut penganut behaviourisme, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Bloom (1956) seperti memperkuat pendapat kaum behaviour melalui taksonomi tujuan pendidikan yang memandang belajar itu harus meliputi tiga aspek yaitu kognitif (intelektual), afektif (emosi) serta psikomotor (perilaku).
Konklusi sederhananya jika manusia belum mampu bersahabat dengan alam lingkungannya bahkan perilakunya merusak dan menyebabkan bencana, dapat saya katakan bahwa proses belajar tesebut telah gagal. Mungkin selama ini metode yang dipergunakan hanya sebatas ceramah dan menghapal rumus semata. Perubahan perilaku hidup yang ramah lingkungan bukan dibuktikan dengan teori maupun rumus semata tetapi dengan tingkah laku. Pendekatan metode pembelajaran dengan mengedepankan ranah afektif dan psikomotor harus lebih diutamakan.
Metode live in adalah cara mengajar dengan memperkenalkan siswa terhadap objek belajar seperti sungai kemudian mencoba mempraktekkan pola hidup yang ramah terhadap lingkungan. Siswa berproses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman dengan dibantu oleh seorang guru (tutor). Pengajaran seperti ini mungkin dapat diterapkan pada berbagai kampung wisata atau pun sekolah alam. Penyadaran seperti ini yang akan mengubah perilaku manusia dalam memperlakukan alam dengan bijaksana sehingga bencana banjir dapat direduksi.
Sumber: http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/1676-banjir-sebagai-proses-penyadaran.html
Tinggalkan sebuah Komentar »
_memang benar sekali kebanyakan bencana alam banjir ini d akibatkan ulah manusia juga yang lalai dalam menjaga lingkungan sekitar,diantarnya dalam membuang sampah sembarangan,dan menebang pohon tanpa adanya reboisasi kembali.
BANJIR SEBAGAI PROSES PENYADARAN
Tuesday, 10 February 2009 14:06
Kerugian banjir di Jakarta dan sekitarnya pada bulan februari 2007 diperkirakan oleh Bappenas mencapai Rp. 8,8 triliun. Departemen Sosial menyatakan, kerugian harta akibat banjir bandang di Situbondo dan Bondowoso Provinsi Jawa Timur, pada februari 2008 diperkirakan mencapai sekitar Rp. 350 miliar. Walhi memperkirakan total kerugian langsung akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp. 500 miliar. Berita-berita terkait banjir dan kerugiannya yang biasanya menghiasi headline surat kabar ketika musim penghujan melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Kerugian akibat bencana banjir biasanya juga menyentuh persoalan interaksi sosial, terhentinya roda perekonomian untuk sementara dan kadang kala bisa berujung pada terenggutnya korban jiwa.
Ada tiga faktor sangat berpengaruh penyebab banjir terjadi. Pertama kerusakan lingkungan, hal ini ditandai peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (pemanasan global). Para pakar dan ilmuwan lingkungan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajat Celcius atau setara dengan 2,0 hingga 11,5 derajat fahrenheit antara tahun 1990 dan 2100. Kondisi bumi yang memanas menyebabkan perubahan iklim semakin tidak stabil. Dampak perubahan iklim bagi Indonesia dapat dirasakan dengan semakin keringnya musim kemarau dan intensitas air hujan yang semakin tinggi di musim penghujan. Naiknya permukaan air laut disebabkan dataran es di kutub mencair serta merta membuat abrasi pantai semakin cepat. Kedua fenomena alam tersebut membuat terbenamnya daratan yang biasanya kering dan dapat ditinggali oleh manusia atau biasa kita kenal dengan istilah banjir.
Faktor kedua adalah sistem pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan semakin berpengaruh terhadap kehadiran bencana banjir, seiring dengan kecenderungan semakin meningkatnya wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan, berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal dan daya dukung perkotaan. Meluasnya wilayah pemukiman memiliki pengaruh langsung terhadap berkurangnya daerah resapan air, karena hampir seluruh permukaan tanah berganti dengan aspal atau beton. Kondisi tersebut diperparah dengan penataan bangunan dan wilayah yang kurang memperhatikan sistem pembungan air. Kekurang ketersediaan pepohonan yang dapat berfungsi sebagai peresapan air merupakan kombinasi yang semakin sempurna untuk mendatangkan bencana banjir. Hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia belum memiliki sistem drainase yang terpadu.
Faktor ketiga yang lebih penting dari kedua faktor diatas adalah perilaku manusia. Perbedaan mencolok antara desa dengan kota selain dilihat dari tingkat kepadatannya adalah pola hidup. Orang di desa lebih mampu bersahabat dengan alam sekitarnya sedangkan di kota seringkali tidak menghiraukan aspek lingkungan. Buktinya adalah di kota-kota besar, gedung bertingkat dan jalanan beton menggusur tanah- tanah resapan air, bahkan situ atau danau ditimbun kemudian dibangun mall. Keegoisan manusia telah menyebabkan bencana banjir selalu dekat dengan kehidupan kita.
Industrialisasi juga berawal dari kota, ditandai dengan bangunan pabrik-pabrik penggerak roda ekonomi , sehingga menjadikan kota juga sebagai penghasil polusi. Karena berbagai alasan orang dikota lebih senang mempergunakan kendaraan bermotor sehingga menghasilkan polusi lebih besar lagi. Pada satu titik tertentu, aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida (CO2) ke udara jauh melebihi kecepatan dan kemampuan alam untuk menguranginya. Hal tersebut telah berkontribusi kepada perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat terhadap manusia.
Tingkah laku manusia yang mengesankan keegoisannya terhadap alam juga dapat dilihat dari persoalan sampah yang berada pada sungai-sungai. Perilaku manusia dalam sistem pembuangan sampah juga memiliki andil dalam kehadiran bencana banjir. Setidaknya Walhi mencatat bahwa pada tahun 2000, kota Jakarta menghasilkan 25.700 m3 sampah per hari. Sehingga volume sampah selama tahun 2000 dapat mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Perilaku membuang sampah sembarangan telah berakibat pada terganggunya sistem pembuangan air dan pada gilirannya ketika musim hujan tiba akan mengakibatkan tergenangnya area di sekitar saluran air yang terhambat tersebut.
Keegoisan tingkah laku manusia lainnya yang berkontribusi terhadap bencana banjir adalah pengrusakan alam secara membabi buta. Atas nama keuntungan pribadi seringkali hutan kita ditebang secara serampangan dan melupakan upaya penanaman kembali. Padahal pohon tersebut memiliki peran sebagai penyerap dan penahan air yang tidak dapat fungsinya digantikan oleh apapun. Selain itu pepohonan juga dapat berfungsi sebagai para-paru alam. Situasi yang cukup mengenaskan adalah adanya fakta tentang penggundulan hutan di sekitar daerah aliran sungai. Jadi sebenarnya penyebab kerusakan di bumi adalah ulah manusia dan yang akan merasakan dampaknya adalah manusia juga.
Sebelum kepunahan ras manusia akibat dari perilaku manusia, terutama terkait dengan persahabatannya dengan alam, maka perlu langkah-langkah sistematis untuk menghadapi ketiga faktor penyebab utama bencana banjir. Persoalan tersulit sepertinya adalah bagaimana merubah tingkah laku manusia supaya dapat menciptakan keharmonian dengan alam. Merubah perilaku manusia secara keseluruhan sebenarnya dapat dimulai dengan mencobanya pada diri kita sendiri. Setelah itu, kita pun harus mulai bisa berperan memberikan penyadaran kepada masyarakat di sekitar kita. Sebagai mahluk sosial, tentunya manusia dapat mengupayakan sesuatu yang lebih besar lagi bagi kehidupan yang lebih baik. Manusia pun mampu untuk merencanakan sebuah sistem pengendalian banjir yang lebih terpadu dan memperhatikan keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam. Kita pun dapat berupaya untuk menghasilkan generasi yang ramah terhadap alam.
Untuk menciptakan manusia yang bersahabat dengan alam, pastinya harus melibatkan alam dalam kegiatan belajar mengajar. Ilmu pengetahuan biologi, ekologi, geografi, fisika, kimia dan lain sebagainya dapat memberikan pemahaman kepada murid tentang banjir yang kerap terjadi ketika musim penghujan. Akan tetapi kebanyakan proses belajar hanya sebatas penyampaian informasi seperti di kelas. Padahal menurut penganut behaviourisme, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Bloom (1956) seperti memperkuat pendapat kaum behaviour melalui taksonomi tujuan pendidikan yang memandang belajar itu harus meliputi tiga aspek yaitu kognitif (intelektual), afektif (emosi) serta psikomotor (perilaku).
Konklusi sederhananya jika manusia belum mampu bersahabat dengan alam lingkungannya bahkan perilakunya merusak dan menyebabkan bencana, dapat saya katakan bahwa proses belajar tesebut telah gagal. Mungkin selama ini metode yang dipergunakan hanya sebatas ceramah dan menghapal rumus semata. Perubahan perilaku hidup yang ramah lingkungan bukan dibuktikan dengan teori maupun rumus semata tetapi dengan tingkah laku. Pendekatan metode pembelajaran dengan mengedepankan ranah afektif dan psikomotor harus lebih diutamakan.
Metode live in adalah cara mengajar dengan memperkenalkan siswa terhadap objek belajar seperti sungai kemudian mencoba mempraktekkan pola hidup yang ramah terhadap lingkungan. Siswa berproses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman dengan dibantu oleh seorang guru (tutor). Pengajaran seperti ini mungkin dapat diterapkan pada berbagai kampung wisata atau pun sekolah alam. Penyadaran seperti ini yang akan mengubah perilaku manusia dalam memperlakukan alam dengan bijaksana sehingga bencana banjir dapat direduksi.
Sumber: http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/1676-banjir-sebagai-proses-penyadaran.html
Tinggalkan sebuah Komentar »
_memang benar sekali kebanyakan bencana alam banjir ini d akibatkan ulah manusia juga yang lalai dalam menjaga lingkungan sekitar,diantarnya dalam membuang sampah sembarangan,dan menebang pohon tanpa adanya reboisasi kembali.
Cuaca Ekstrim dan Epidemiologi
Illustrasi
Pada awal tahun 2011, sejumlah bencana terjadi disebabkan oleh cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim terjadi karena suhu permukaan air laut meningkat sehingga mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan. Akibatnya hujan terus menerus terjadi sepanjang tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Penyebab utama cuaca ekstrim adalah adanya ekspansi vertikal awan, curah hujan yang meningkat dan berpeluang menyebabkan puting beliung. Cuaca ekstrim terjadi karena siklus basah dan kering yang terlalu cepat akibat La Nina dan pemanasan global.
Curah hujan yang tinggi dan terus menerus terjadi disebabkan oleh fenomena La Nina di Asia-Pasifik. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia, Dr Widada Sulistya, fenomena La Nina muncul karena suhu air laut di Pasifik bagian Timur lebih dingin dari biasa. Ketika La Nina muncul, bagian sebelah barat pasifik mengalami peningkatan curah hujan sementara bagian sebelah timur pasifik mengalami pengurangan curah hujan. Di sebelah barat Pasifik terjadi peningkatan curah hujan adalah di Cina, Indo Cina, Indonesia dan Australia (BBC-Indonesia).
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia serta badan meteorologi dunia menunjukkan bahwa fenomena La Nina akan berlangsung hingga awal tahun 2011, sekitar bulan Januari-Februari 2011. Fenomena La Nina sedikit dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi. Setidaknya frekuensi La Nina menjadi lebih sering dari sebelumnya. La Nina muncul pada kisaran antara 2-7 tahun, jadi La Nina tidak rutin muncul setiap tahun, tetapi kadang-kadang tiga tahun, dua tahun dan paling lama tujuh tahun sekali. Untuk Indonesia situasinya akan memburuk karena wilayah Indonesia bagian barat memasuki musim hujan setiap bulan Oktober hingga Maret. Sekarang sudah masuk periode basah yang membawa kumpulan awan, tapi suhu muka laut tinggi.
Bukan hanya di Indonesia mengalami cuaca ekstrim, tetapi hampir dialami semua wilayah di seluruh dunia. Bencana banjir bandang di Queensland dan Brisbane, Australia serta longsor di Brazil adalah salah satu bencana akibat cuaca ekstrim. Tahun 2010 lalu, banjir besar di Pakistan karena curah hujan tinggi mengakibatkan 1.600 jiwa menjadi korban meninggal dan jutaan orang lainnya mengungsi. Lain halnya di Rusia, terjadi gelombang panas diatas batas normal dengan suhu 38 derajat celcius telah menewaskan 700 orang per hari. Gelombang panas ini dikatakan yang terburuk selama 1.000 tahun terakhir. Sementara suhu panas paling ekstrim di Indonesia berada pada kisaran 36 hingga 37 derajat celcius.
Pada bulan Maret 2010, suhu rata-rata di Indonesia sempat mencapai 35 derajat celcius. Kondisi suhu paling ekstrim hingga 37 derajat sangat jarang, terakhir kali terjadi sekira tiga tahun lalu (tahun 2007). Peningkatan suhu sebesar 0,7 derajat saja memerlukan jangka waktu 100 tahun. Kejadian anomali yakni suhu muka laut yang tinggi terjadi lebih banyak di Indonesia bagian Timur, yaitu di Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafra. Sekarang mencapai 30 derajat Celcius, sementara suhu normalnya adalah 26-27 derajat Celcius. Selain kejadian anomali cuaca di laut Indonesia bagian Timur, anomali juga terjadi di laut bagian Selatan Sumatera dan laut bagian Selatan Jawa. Suhu laut di wilayah ini juga mencapai 30 derajat Celcius, di atas suhu normal sebesar 28-29 derajat Celcius. Cuaca ekstrim ini menyebabkan gelombang laut tinggi hingga di atas tiga meter. Cuaca ekstrim akan merata di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang relatif aman (tempointeraktif.com).
Bencana Angin Kencang
Setidaknya ada tiga macam bencana alam yang sering terjadi akibat langsung dari cuaca ekstrim yakni angin kencang serta banjir. Angin kencang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tornado dan angin puting beliung. Bencana lainnya adalah tanah longsor akibat curah hujan yang tinggi pada daerah yang rawan tanah longsor seperti perbukitan atau gunung yang gundul. Angin kencang adalah salah satu kejadian alam diantara kejadian alam lainnya akibat cuaca ekstrim yang paling berbahaya dan mematikan.
Angin tornado terjadi disebabkan oleh perubahan lapisan udara yakni ketika lapisan udara dingin berada diatas lapisan udara panas. Pada saat bersamaan udara panas naik dengan kecepatan 300-an km/jam. Udara yang menyusup dari sisi inilah yang mengakibatkan angin berputar sehingga membentuk tornado. Rata-rata kecepatan angin tornado mencapai hingga 400 km/jam serta lebar cerobong antara 15 - 365 meter. Angin tornado memiliki potensi daya rusak yang sangat dahsyat dan dapat menyebabkan kerusakan segala benda yang dilaluinya.
Sementara gejala awal angin puting beliung adalah udara terasa panas dan gerah (sumuk), di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol yang berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol, awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam pekat (awan Cumulonimbus), ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin kencang, durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung paling lama sekitar 1 jam. Karena itulah, masyarakat agar tetap waspada selama periode ini (http://geo.ugm.ac.id).
Bagi kalangan awam, gejala alam sebelum terjadinya angin puting beliung dapat dideteksi melalui cuaca sekeliling yang dapat dirasakan. Apabila pada saat siang hari dirasakan cuaca panas yang tidak normal, namun tiba-tiba turun hujan lebat maka biasanya terjadi angin puting beliung. Kejadian angin puting beliung bisa dilihat melalui benda-benda yang ringan yang beterbangan berputar - putar tidak beraturan dan terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Sebuah sumber menyebutkan badai tornado cepat berkembang disertai hujan, guntur dan kilat. Ketika suhu tanah meningkat, udara panas dan lembab mulai naik. Ketika hangat, udara lembab dan dingin memenuhi udara kering, itu terangkat ke atas, masuk lapisan udara atas. sebuah awan petir mulai tercipta pada fase ini. Pergerakan udara keatas sangat cepat. Angin dari sisi samping menyebabkan arah yang berbeda dan membentuk sebuah pusaran. Sebuah kerucut hasil putaran udara yang berpilin terlihat mulai terbentuk dan dapat dilihat dari awan ke permukaan tanah (http://haxims.blogspot.com).
Menurut Urip Slamet Riyadi (2009), Puting Beliung (tornado) adalah Dampak Fenomena Iklim (DFI) berupa angin kencang yang datang secara tiba-tiba, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan berakhir dalam waktu singkat (3 s/d 10 menit). Kecepatan angin berkisar antara 30 - 50 knots. Angin ini juga berasal dari awan jenis Cumulonimbus yaitu awan yang bergumpal berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi. Namun tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting Beliung dapat terjadi di darat maupun di laut. Jika terjadi dilaut durasinya lebih lama daripada di darat umumnya lebih sering terjadi di dataran rendah.
Epidemiologi Bencana
Angin puting beliung atau angin kencang atau angin tornado (hurricane, typhoon, cyclone) merupakan salah satu dari beberapa bencana alam akibat cuaca ekstrim. Angin puting beliung berpotensi mendatangkan risiko bencana disebabkan ciri khususnya yang cepat berpindah dan sasaran yang meluas. Kejadiannyapun selalu datang secara tiba-tiba sehingga sulit dihindari.
Beberapa upaya pencegahan dari risiko bencana angin kencang adalah (1) menghindari berada didekat pepohonan yang tinggi, rimbun dan rapuh. Bila mendapati pepohonan dengan ciri seperti itu disekitar tempat tinggal, maka sebaiknya ditebang untuk menghindari risiko; (2) menghindari bepergian ketika cuaca di angkasa terlihat gelap; (3) apabila cuaca gelap terjadi ketika dalam perjalanan, maka sebaiknya memilih berlindung ditempat yang aman dari risiko tertimpa benda keras dan padat seperti tidak berada dibawah jaringan kabel listrik, pohon, menara telekomunikasi, billboard, dan lainnya; (4) memperhatikan atap rumah yang mudah terhempas angin kencang agar diperbaiki bagian yang rapuh dan bagian-bagian rumah lainnya yang labil seperti pintu dan jendela; (5) menanam pepohonan yang tahan angin seperti pohon cemara, beringin atau pohon asam.
Diambil dari kompas
Illustrasi
Pada awal tahun 2011, sejumlah bencana terjadi disebabkan oleh cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim terjadi karena suhu permukaan air laut meningkat sehingga mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan. Akibatnya hujan terus menerus terjadi sepanjang tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Penyebab utama cuaca ekstrim adalah adanya ekspansi vertikal awan, curah hujan yang meningkat dan berpeluang menyebabkan puting beliung. Cuaca ekstrim terjadi karena siklus basah dan kering yang terlalu cepat akibat La Nina dan pemanasan global.
Curah hujan yang tinggi dan terus menerus terjadi disebabkan oleh fenomena La Nina di Asia-Pasifik. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia, Dr Widada Sulistya, fenomena La Nina muncul karena suhu air laut di Pasifik bagian Timur lebih dingin dari biasa. Ketika La Nina muncul, bagian sebelah barat pasifik mengalami peningkatan curah hujan sementara bagian sebelah timur pasifik mengalami pengurangan curah hujan. Di sebelah barat Pasifik terjadi peningkatan curah hujan adalah di Cina, Indo Cina, Indonesia dan Australia (BBC-Indonesia).
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia serta badan meteorologi dunia menunjukkan bahwa fenomena La Nina akan berlangsung hingga awal tahun 2011, sekitar bulan Januari-Februari 2011. Fenomena La Nina sedikit dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi. Setidaknya frekuensi La Nina menjadi lebih sering dari sebelumnya. La Nina muncul pada kisaran antara 2-7 tahun, jadi La Nina tidak rutin muncul setiap tahun, tetapi kadang-kadang tiga tahun, dua tahun dan paling lama tujuh tahun sekali. Untuk Indonesia situasinya akan memburuk karena wilayah Indonesia bagian barat memasuki musim hujan setiap bulan Oktober hingga Maret. Sekarang sudah masuk periode basah yang membawa kumpulan awan, tapi suhu muka laut tinggi.
Bukan hanya di Indonesia mengalami cuaca ekstrim, tetapi hampir dialami semua wilayah di seluruh dunia. Bencana banjir bandang di Queensland dan Brisbane, Australia serta longsor di Brazil adalah salah satu bencana akibat cuaca ekstrim. Tahun 2010 lalu, banjir besar di Pakistan karena curah hujan tinggi mengakibatkan 1.600 jiwa menjadi korban meninggal dan jutaan orang lainnya mengungsi. Lain halnya di Rusia, terjadi gelombang panas diatas batas normal dengan suhu 38 derajat celcius telah menewaskan 700 orang per hari. Gelombang panas ini dikatakan yang terburuk selama 1.000 tahun terakhir. Sementara suhu panas paling ekstrim di Indonesia berada pada kisaran 36 hingga 37 derajat celcius.
Pada bulan Maret 2010, suhu rata-rata di Indonesia sempat mencapai 35 derajat celcius. Kondisi suhu paling ekstrim hingga 37 derajat sangat jarang, terakhir kali terjadi sekira tiga tahun lalu (tahun 2007). Peningkatan suhu sebesar 0,7 derajat saja memerlukan jangka waktu 100 tahun. Kejadian anomali yakni suhu muka laut yang tinggi terjadi lebih banyak di Indonesia bagian Timur, yaitu di Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafra. Sekarang mencapai 30 derajat Celcius, sementara suhu normalnya adalah 26-27 derajat Celcius. Selain kejadian anomali cuaca di laut Indonesia bagian Timur, anomali juga terjadi di laut bagian Selatan Sumatera dan laut bagian Selatan Jawa. Suhu laut di wilayah ini juga mencapai 30 derajat Celcius, di atas suhu normal sebesar 28-29 derajat Celcius. Cuaca ekstrim ini menyebabkan gelombang laut tinggi hingga di atas tiga meter. Cuaca ekstrim akan merata di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang relatif aman (tempointeraktif.com).
Bencana Angin Kencang
Setidaknya ada tiga macam bencana alam yang sering terjadi akibat langsung dari cuaca ekstrim yakni angin kencang serta banjir. Angin kencang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tornado dan angin puting beliung. Bencana lainnya adalah tanah longsor akibat curah hujan yang tinggi pada daerah yang rawan tanah longsor seperti perbukitan atau gunung yang gundul. Angin kencang adalah salah satu kejadian alam diantara kejadian alam lainnya akibat cuaca ekstrim yang paling berbahaya dan mematikan.
Angin tornado terjadi disebabkan oleh perubahan lapisan udara yakni ketika lapisan udara dingin berada diatas lapisan udara panas. Pada saat bersamaan udara panas naik dengan kecepatan 300-an km/jam. Udara yang menyusup dari sisi inilah yang mengakibatkan angin berputar sehingga membentuk tornado. Rata-rata kecepatan angin tornado mencapai hingga 400 km/jam serta lebar cerobong antara 15 - 365 meter. Angin tornado memiliki potensi daya rusak yang sangat dahsyat dan dapat menyebabkan kerusakan segala benda yang dilaluinya.
Sementara gejala awal angin puting beliung adalah udara terasa panas dan gerah (sumuk), di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol yang berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol, awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam pekat (awan Cumulonimbus), ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin kencang, durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung paling lama sekitar 1 jam. Karena itulah, masyarakat agar tetap waspada selama periode ini (http://geo.ugm.ac.id).
Bagi kalangan awam, gejala alam sebelum terjadinya angin puting beliung dapat dideteksi melalui cuaca sekeliling yang dapat dirasakan. Apabila pada saat siang hari dirasakan cuaca panas yang tidak normal, namun tiba-tiba turun hujan lebat maka biasanya terjadi angin puting beliung. Kejadian angin puting beliung bisa dilihat melalui benda-benda yang ringan yang beterbangan berputar - putar tidak beraturan dan terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga.
Sebuah sumber menyebutkan badai tornado cepat berkembang disertai hujan, guntur dan kilat. Ketika suhu tanah meningkat, udara panas dan lembab mulai naik. Ketika hangat, udara lembab dan dingin memenuhi udara kering, itu terangkat ke atas, masuk lapisan udara atas. sebuah awan petir mulai tercipta pada fase ini. Pergerakan udara keatas sangat cepat. Angin dari sisi samping menyebabkan arah yang berbeda dan membentuk sebuah pusaran. Sebuah kerucut hasil putaran udara yang berpilin terlihat mulai terbentuk dan dapat dilihat dari awan ke permukaan tanah (http://haxims.blogspot.com).
Menurut Urip Slamet Riyadi (2009), Puting Beliung (tornado) adalah Dampak Fenomena Iklim (DFI) berupa angin kencang yang datang secara tiba-tiba, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan berakhir dalam waktu singkat (3 s/d 10 menit). Kecepatan angin berkisar antara 30 - 50 knots. Angin ini juga berasal dari awan jenis Cumulonimbus yaitu awan yang bergumpal berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi. Namun tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting Beliung dapat terjadi di darat maupun di laut. Jika terjadi dilaut durasinya lebih lama daripada di darat umumnya lebih sering terjadi di dataran rendah.
Epidemiologi Bencana
Angin puting beliung atau angin kencang atau angin tornado (hurricane, typhoon, cyclone) merupakan salah satu dari beberapa bencana alam akibat cuaca ekstrim. Angin puting beliung berpotensi mendatangkan risiko bencana disebabkan ciri khususnya yang cepat berpindah dan sasaran yang meluas. Kejadiannyapun selalu datang secara tiba-tiba sehingga sulit dihindari.
Beberapa upaya pencegahan dari risiko bencana angin kencang adalah (1) menghindari berada didekat pepohonan yang tinggi, rimbun dan rapuh. Bila mendapati pepohonan dengan ciri seperti itu disekitar tempat tinggal, maka sebaiknya ditebang untuk menghindari risiko; (2) menghindari bepergian ketika cuaca di angkasa terlihat gelap; (3) apabila cuaca gelap terjadi ketika dalam perjalanan, maka sebaiknya memilih berlindung ditempat yang aman dari risiko tertimpa benda keras dan padat seperti tidak berada dibawah jaringan kabel listrik, pohon, menara telekomunikasi, billboard, dan lainnya; (4) memperhatikan atap rumah yang mudah terhempas angin kencang agar diperbaiki bagian yang rapuh dan bagian-bagian rumah lainnya yang labil seperti pintu dan jendela; (5) menanam pepohonan yang tahan angin seperti pohon cemara, beringin atau pohon asam.
Diambil dari kompas
Dampak Banjir
Dampak Banjir, Kerugian Petani Semakin Besar
Sumber Kompas
NGAWI, KOMPAS – Luapan Bengawan Madiun yang merendam sejumlah lahan sawah di Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, Minggu (30/3), membuat kerugian petani semakin besar. Pada musim tanam kali ini, mereka sudah tiga kali mengganti bibit padi karena bibit rusak oleh arus sungai.
Saimim dan Lamiyah, petani di Desa Tirak, Kecamatan Kwadungan, serta Pangkat, petani di Desa Sumengko, Kwadungan, yang ditemui pada Senin (31/3), mengatakan, setelah banjir besar merusak lahan pertanian warga pada akhir Desember 2007 lalu, mereka telah tiga kali mencoba menanam bibit padi baru di lahannya. Namun, selang beberapa hari setelah bibit padi ditanam, Bengawan Madiun kembali meluap dan merendam sawah mereka.
Meskipun bibit padi beberapa kali rusak karena terendam air sungai, mereka masih tetap menanam bibit padi baru. Sebab, jika tidak, tanaman padi mereka akan rentan terserang hama dari tanaman padi yang usianya lebih tua dan kekurangan air saat kemarau.
“Bibit harus ditanam sekarang karena lahan sawah lainnya yang tidak kena banjir sudah ditanami bibit. Kalau menunggu musim hujan lewat, nantinya tanaman padi di lahan sawah yang tidak kena banjir sudah berusia tua dan banyak hama yang menyerang, hama ini bisa menyebar ke lahan dengan tanaman padi lebih muda,” kata Lamiyah.
Lamiyah menggarap sawah dengan luas seperenam hektar. Di lahan sawah ini ditanami 16 ikat bibit padi. Pada penanaman pertama, bibit padi didatangkan dari Sragen dengan harga Rp 2.500 per ikat. Namun, pada penanaman kedua dan ketiga, dia membeli bibit padi dari petani lainnya dengan harga Rp 1.000 karena kalau membeli dari Sragen terlalu mahal.
Dengan demikian, berarti dia telah mengeluarkan uang Rp 72.000 hanya untuk membeli bibit padi. Biaya bertambah besar karena Lamiyah harus mengeluarkan uang untuk buruh tani yang menanam bibit-bibit padi tersebut.
Adapun Pangkat menggarap sawah seluas setengah hektar. Di lahannya ini dibutuhkan sedikitnya 50 ikat benih padi. Dia telah mengeluarkan Rp 225.000 untuk mengganti bibit padi yang telah tiga kali mengalami kerusakan.
“Besarnya biaya yang kami keluarkan pada masa tanam ini membuat besar kemungkinannya pada saat panen nanti kami akan merugi. Apalagi kalau pada masa panen nanti harga gabah anjlok. Musim hujan tahun ini betul-betul merugikan petani,” ucap Pangkat.
Banjir yang terjadi berulang kali akibat luapan Bengawan Madiun ini semakin memperbesar kerugian petani di Ngawi yang merupakan lumbung pangan Jawa Timur. Banjir terbesar yang terjadi di Ngawi terjadi akhir 2007 lalu. Sebanyak 198 kelompok tani di 68 desa di 11 kecamatan merugi karena lahannya seluas 4.266 hektar puso akibat terendam banjir selama satu minggu.
Sumber Kompas
NGAWI, KOMPAS – Luapan Bengawan Madiun yang merendam sejumlah lahan sawah di Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, Minggu (30/3), membuat kerugian petani semakin besar. Pada musim tanam kali ini, mereka sudah tiga kali mengganti bibit padi karena bibit rusak oleh arus sungai.
Saimim dan Lamiyah, petani di Desa Tirak, Kecamatan Kwadungan, serta Pangkat, petani di Desa Sumengko, Kwadungan, yang ditemui pada Senin (31/3), mengatakan, setelah banjir besar merusak lahan pertanian warga pada akhir Desember 2007 lalu, mereka telah tiga kali mencoba menanam bibit padi baru di lahannya. Namun, selang beberapa hari setelah bibit padi ditanam, Bengawan Madiun kembali meluap dan merendam sawah mereka.
Meskipun bibit padi beberapa kali rusak karena terendam air sungai, mereka masih tetap menanam bibit padi baru. Sebab, jika tidak, tanaman padi mereka akan rentan terserang hama dari tanaman padi yang usianya lebih tua dan kekurangan air saat kemarau.
“Bibit harus ditanam sekarang karena lahan sawah lainnya yang tidak kena banjir sudah ditanami bibit. Kalau menunggu musim hujan lewat, nantinya tanaman padi di lahan sawah yang tidak kena banjir sudah berusia tua dan banyak hama yang menyerang, hama ini bisa menyebar ke lahan dengan tanaman padi lebih muda,” kata Lamiyah.
Lamiyah menggarap sawah dengan luas seperenam hektar. Di lahan sawah ini ditanami 16 ikat bibit padi. Pada penanaman pertama, bibit padi didatangkan dari Sragen dengan harga Rp 2.500 per ikat. Namun, pada penanaman kedua dan ketiga, dia membeli bibit padi dari petani lainnya dengan harga Rp 1.000 karena kalau membeli dari Sragen terlalu mahal.
Dengan demikian, berarti dia telah mengeluarkan uang Rp 72.000 hanya untuk membeli bibit padi. Biaya bertambah besar karena Lamiyah harus mengeluarkan uang untuk buruh tani yang menanam bibit-bibit padi tersebut.
Adapun Pangkat menggarap sawah seluas setengah hektar. Di lahannya ini dibutuhkan sedikitnya 50 ikat benih padi. Dia telah mengeluarkan Rp 225.000 untuk mengganti bibit padi yang telah tiga kali mengalami kerusakan.
“Besarnya biaya yang kami keluarkan pada masa tanam ini membuat besar kemungkinannya pada saat panen nanti kami akan merugi. Apalagi kalau pada masa panen nanti harga gabah anjlok. Musim hujan tahun ini betul-betul merugikan petani,” ucap Pangkat.
Banjir yang terjadi berulang kali akibat luapan Bengawan Madiun ini semakin memperbesar kerugian petani di Ngawi yang merupakan lumbung pangan Jawa Timur. Banjir terbesar yang terjadi di Ngawi terjadi akhir 2007 lalu. Sebanyak 198 kelompok tani di 68 desa di 11 kecamatan merugi karena lahannya seluas 4.266 hektar puso akibat terendam banjir selama satu minggu.
Banjir terbesar di tahun 2007
Kerugian Akibat Banjir Sumatera
Ditulis pada Januari 27, 2009 oleh gempita
AntaraNews
Walhi: Kerugian Akibat Banjir Sumatera Capai Rp500 Miliar
Jakarta (ANTARA News) – Walhi memperkirakan total kerugian langsung akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp500 miliar per tahun.
“Total kerugian akibat banjir di Sumatera ditaksir mencapai Rp300 hingga Rp500 miliar. Kita tidak tahu apakah ini sebanding dengan perolehan dari konversi hutan,” kata Manager Regional Sumatera Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan perlu ada usaha bahu-membahu untuk mendorong pemerintah segera melakukan restorasi kawasan ekologi genting. Usaha-usaha tersebut sangat diperlukan agar lingkungan yang telah rusak cepat pulih dan bencana dapat dikurangi.
Walhi mencatat sejak bulan Maret 2008 telah terjadi 34 kali banjir di Sumatera. Di provinsi Aceh terjadi lima kali banjir yang meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Singkil, dan Aceh Tenggara.
Sedangkan di propinsi Sumatera Utara, dia mengatakan, banjir terjadi sebanyak sembilan kali meliputi delapan kabupaten/kota. Intensitas tertinggi melanda Kabupaten Asahan sebanyak tiga kali dan Kabupaten Batubara dua kali.
Lebih lanjut, dia mengatakan, di propinsi Riau banjir terjadi lima kali. Intensitas tertinggi melanda Kota Pekan Baru yaitu sebanyak tiga kali, sedangkan kabupaten yang juga terkena banjir adalah Rokan Hilir dan Dumai.
Sementara itu, dia mengatakan, di propinsi Lampung dalam satu tahun ini telah dilanda lima kali banjir dengan Intensitas tertinggi terdapat di Kota Bandar Lampung sebanyak dua kali.
Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Lampung, merupakan provinsi yang paling sering dilanda banjir, ujar dia, dan merupakan provinsi yang memeiliki sumberdaya hutan terluas di Sumatera. Seharusnya dengan sumberdaya tersebut, bencana banjir bisa di hindari.
Lebih lanjut, dia mengatakan, intensitas banjir terbanyak terjadi pada bulan Oktober yaitu delapan kali. Dan diperkirankan akan menghadapi puncaknya pada Bulan Desember.
“Banjir yang paling parah terjadi Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, 46 rumah penduduk hanyut dibawa air. Kerugian tertinggi ada di provinsi Riau, jumlahnya Rp150 miliar, di Sumatera Utara mencapai Rp85 miliar, dan Aceh mecnapai Rp25 miliar,” ujar dia.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Forqan, terdapat lima indikator utama penyebab bajir, yaitu adanya konversi hutan alam untuk perkebunan skala besar seperti Hutan Tanaman Industri dan perkebunan sawit, berkurangnya tutupan hutan alam, terjadinya perubahan bentang alam dan pola penataan ruang yang tidak memepertimbangkan daya dukung lingkungan, serta tingkat curah hujan yang tinggi.
Ditulis pada Januari 27, 2009 oleh gempita
AntaraNews
Walhi: Kerugian Akibat Banjir Sumatera Capai Rp500 Miliar
Jakarta (ANTARA News) – Walhi memperkirakan total kerugian langsung akibat banjir yang melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp500 miliar per tahun.
“Total kerugian akibat banjir di Sumatera ditaksir mencapai Rp300 hingga Rp500 miliar. Kita tidak tahu apakah ini sebanding dengan perolehan dari konversi hutan,” kata Manager Regional Sumatera Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan perlu ada usaha bahu-membahu untuk mendorong pemerintah segera melakukan restorasi kawasan ekologi genting. Usaha-usaha tersebut sangat diperlukan agar lingkungan yang telah rusak cepat pulih dan bencana dapat dikurangi.
Walhi mencatat sejak bulan Maret 2008 telah terjadi 34 kali banjir di Sumatera. Di provinsi Aceh terjadi lima kali banjir yang meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Singkil, dan Aceh Tenggara.
Sedangkan di propinsi Sumatera Utara, dia mengatakan, banjir terjadi sebanyak sembilan kali meliputi delapan kabupaten/kota. Intensitas tertinggi melanda Kabupaten Asahan sebanyak tiga kali dan Kabupaten Batubara dua kali.
Lebih lanjut, dia mengatakan, di propinsi Riau banjir terjadi lima kali. Intensitas tertinggi melanda Kota Pekan Baru yaitu sebanyak tiga kali, sedangkan kabupaten yang juga terkena banjir adalah Rokan Hilir dan Dumai.
Sementara itu, dia mengatakan, di propinsi Lampung dalam satu tahun ini telah dilanda lima kali banjir dengan Intensitas tertinggi terdapat di Kota Bandar Lampung sebanyak dua kali.
Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Lampung, merupakan provinsi yang paling sering dilanda banjir, ujar dia, dan merupakan provinsi yang memeiliki sumberdaya hutan terluas di Sumatera. Seharusnya dengan sumberdaya tersebut, bencana banjir bisa di hindari.
Lebih lanjut, dia mengatakan, intensitas banjir terbanyak terjadi pada bulan Oktober yaitu delapan kali. Dan diperkirankan akan menghadapi puncaknya pada Bulan Desember.
“Banjir yang paling parah terjadi Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, 46 rumah penduduk hanyut dibawa air. Kerugian tertinggi ada di provinsi Riau, jumlahnya Rp150 miliar, di Sumatera Utara mencapai Rp85 miliar, dan Aceh mecnapai Rp25 miliar,” ujar dia.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Forqan, terdapat lima indikator utama penyebab bajir, yaitu adanya konversi hutan alam untuk perkebunan skala besar seperti Hutan Tanaman Industri dan perkebunan sawit, berkurangnya tutupan hutan alam, terjadinya perubahan bentang alam dan pola penataan ruang yang tidak memepertimbangkan daya dukung lingkungan, serta tingkat curah hujan yang tinggi.
proses dan terjadinya banjir
PROSES & FAKTOR TERJADI BANJIR
Ada tiga faktor sangat berpengaruh penyebab banjir terjadi. Pertama kerusakanlingkungan, hal ini ditandai peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (pemanasan global). Para pakar dan ilmuwan lingkungan yang tergabungdalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajatCelcius atau setara dengan 2,0 hingga 11,5 derajat fahrenheit antara tahun 1990 dan2100. Kondisi bumi yang memanas menyebabkan perubahan iklim semakin tidak stabil. Dampak perubahan iklim bagi Indonesia dapat dirasakan dengan semakinkeringnya musim kemarau dan intensitas air hujan yang semakin tinggi di musim penghujan. Naiknya permukaan air laut disebabkan dataran es di kutub mencair serta merta membuat abrasi pantai semakin cepat. Kedua fenomena alam tersebutmembuat terbenamnya daratan yang biasanya kering dan dapat ditinggali olehmanusia atau biasa kita kenal dengan istilah banjir.Faktor kedua adalah sistem pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungansemakin berpengaruh terhadap kehadiran bencana banjir, seiring dengankecenderungan semakin meningkatnya wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan, berdampak pada peningkatan kebutuhanakan tempat tinggal dan daya dukung perkotaan. Meluasnya wilayah pemukimanmemiliki pengaruh langsung terhadap berkurangnya daerah resapan air, karenahampir seluruh permukaan tanah berganti dengan aspal atau beton. Kondisi tersebutdiperparah dengan penataan bangunan dan wilayah yang kurang memperhatikansistem pembuangan air. Kekurang ketersediaan pepohonan yang dapat berfungsisebagai peresapan air merupakan kombinasi yang semakin sempurna untuk mendatangkan bencana banjir. Hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia belum memiliki sistem drainase yang terpadu.Faktor ketiga yang lebih penting dari kedua faktor diatas adalah perilaku manusia.Perbedaan mencolok antara desa dengan kota selain dilihat dari tingkat kepadatannyaadalah pola hidup. Orang di desa lebih mampu bersahabat dengan alam sekitarnyasedangkan di kota seringkali tidak menghiraukan aspek lingkungan. Buktinya adalahdi kota-kota besar, gedung bertingkat dan jalanan beton menggusur tanah- tanahresapan air, bahkan situ atau danau ditimbun kemudian dibangun mall. Keegoisan
manusia telah menyebabkan bencana banjir selalu dekat dengan kehidupan kita.Industrialisasi juga berawal dari kota, ditandai dengan bangunan pabrik-pabrik penggerak roda ekonomi , sehingga menjadikan kota juga sebagai penghasil polusi.Karena berbagai alasan orang dikota lebih senang mempergunakan kendaraan bermotor sehingga menghasilkan polusi lebih besar lagi. Pada satu titik tertentu,aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida (CO2) ke udara jauh melebihikecepatan dan kemampuan alam untuk menguranginya. Hal tersebut telah berkontribusi kepada perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat terhadapmanusia.Tingkah laku manusia yang mengesankan keegoisannya terhadap alam juga dapatdilihat dari persoalan sampah yang berada pada sungai-sungai. Perilaku manusiadalam sistem pembuangan sampah juga memiliki andil dalam kehadiran bencana banjir. Setidaknya Walhi mencatat bahwa pada tahun 2000, kota Jakartamenghasilkan 25.700 m3 sampah per hari. Sehingga volume sampah selama tahun2000 dapat mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Perilaku membuang sampah sembarangan telah berakibat padaterganggunya sistem pembuangan air dan pada gilirannya ketika musim hujan tibaakan mengakibatkan tergenangnya area di sekitar saluran air yang terhambattersebut.Keegoisan tingkah laku manusia lainnya yang berkontribusi terhadap bencana banjir adalah pengrusakan alam secara membabi buta. Atas nama keuntungan pribadiseringkali hutan kita ditebang secara serampangan dan melupakan upaya penanamankembali. Padahal pohon tersebut memiliki peran sebagai penyerap dan penahan air yang tidak dapat fungsinya digantikan oleh apapun. Selain itu pepohonan juga dapat berfungsi sebagai para-paru alam. Situasi yang cukup mengenaskan adalah adanyafakta tentang penggundulan hutan di sekitar daerah aliran sungai. Jadi sebenarnya penyebab kerusakan di bumi adalah ulah manusia dan yang akan merasakandampaknya adalah manusia juga.
Ada tiga faktor sangat berpengaruh penyebab banjir terjadi. Pertama kerusakanlingkungan, hal ini ditandai peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (pemanasan global). Para pakar dan ilmuwan lingkungan yang tergabungdalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajatCelcius atau setara dengan 2,0 hingga 11,5 derajat fahrenheit antara tahun 1990 dan2100. Kondisi bumi yang memanas menyebabkan perubahan iklim semakin tidak stabil. Dampak perubahan iklim bagi Indonesia dapat dirasakan dengan semakinkeringnya musim kemarau dan intensitas air hujan yang semakin tinggi di musim penghujan. Naiknya permukaan air laut disebabkan dataran es di kutub mencair serta merta membuat abrasi pantai semakin cepat. Kedua fenomena alam tersebutmembuat terbenamnya daratan yang biasanya kering dan dapat ditinggali olehmanusia atau biasa kita kenal dengan istilah banjir.Faktor kedua adalah sistem pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungansemakin berpengaruh terhadap kehadiran bencana banjir, seiring dengankecenderungan semakin meningkatnya wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan, berdampak pada peningkatan kebutuhanakan tempat tinggal dan daya dukung perkotaan. Meluasnya wilayah pemukimanmemiliki pengaruh langsung terhadap berkurangnya daerah resapan air, karenahampir seluruh permukaan tanah berganti dengan aspal atau beton. Kondisi tersebutdiperparah dengan penataan bangunan dan wilayah yang kurang memperhatikansistem pembuangan air. Kekurang ketersediaan pepohonan yang dapat berfungsisebagai peresapan air merupakan kombinasi yang semakin sempurna untuk mendatangkan bencana banjir. Hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia belum memiliki sistem drainase yang terpadu.Faktor ketiga yang lebih penting dari kedua faktor diatas adalah perilaku manusia.Perbedaan mencolok antara desa dengan kota selain dilihat dari tingkat kepadatannyaadalah pola hidup. Orang di desa lebih mampu bersahabat dengan alam sekitarnyasedangkan di kota seringkali tidak menghiraukan aspek lingkungan. Buktinya adalahdi kota-kota besar, gedung bertingkat dan jalanan beton menggusur tanah- tanahresapan air, bahkan situ atau danau ditimbun kemudian dibangun mall. Keegoisan
manusia telah menyebabkan bencana banjir selalu dekat dengan kehidupan kita.Industrialisasi juga berawal dari kota, ditandai dengan bangunan pabrik-pabrik penggerak roda ekonomi , sehingga menjadikan kota juga sebagai penghasil polusi.Karena berbagai alasan orang dikota lebih senang mempergunakan kendaraan bermotor sehingga menghasilkan polusi lebih besar lagi. Pada satu titik tertentu,aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida (CO2) ke udara jauh melebihikecepatan dan kemampuan alam untuk menguranginya. Hal tersebut telah berkontribusi kepada perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat terhadapmanusia.Tingkah laku manusia yang mengesankan keegoisannya terhadap alam juga dapatdilihat dari persoalan sampah yang berada pada sungai-sungai. Perilaku manusiadalam sistem pembuangan sampah juga memiliki andil dalam kehadiran bencana banjir. Setidaknya Walhi mencatat bahwa pada tahun 2000, kota Jakartamenghasilkan 25.700 m3 sampah per hari. Sehingga volume sampah selama tahun2000 dapat mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Perilaku membuang sampah sembarangan telah berakibat padaterganggunya sistem pembuangan air dan pada gilirannya ketika musim hujan tibaakan mengakibatkan tergenangnya area di sekitar saluran air yang terhambattersebut.Keegoisan tingkah laku manusia lainnya yang berkontribusi terhadap bencana banjir adalah pengrusakan alam secara membabi buta. Atas nama keuntungan pribadiseringkali hutan kita ditebang secara serampangan dan melupakan upaya penanamankembali. Padahal pohon tersebut memiliki peran sebagai penyerap dan penahan air yang tidak dapat fungsinya digantikan oleh apapun. Selain itu pepohonan juga dapat berfungsi sebagai para-paru alam. Situasi yang cukup mengenaskan adalah adanyafakta tentang penggundulan hutan di sekitar daerah aliran sungai. Jadi sebenarnya penyebab kerusakan di bumi adalah ulah manusia dan yang akan merasakandampaknya adalah manusia juga.
Langganan:
Postingan (Atom)